1Anak Pra Sekolah
Tujuan
dan tipe kelompok bermain
Di
beberapa negara sangat diharapkan bahwa kelompok bermain dapat memberikan
persiapan akademis untuk anak. Sebaliknya, kelompok bermain di amerika serikat
dan negara barat lainnya menekankan pertumbuhan sosial dan emosional sejalan
dengan kebutuhan-kebutuhan perkembangan anak meskipun memiliki penekanan
kognitif yang lebih kuat. Hal ini didasari oleh teori Piaget atau pendidikan
Italia Mari Montessori.
Di Amerika Serikat, instruksi mengenai
kemampuan akademis dasar pada kelompok bermain diberikan dengan menumbuhkan
tekanan untuk meningkatkan pendidikan. Pendukung pendekatan perkembangan tetap
bertahan bahwa dengan menawarkan program yang berorientasi pada akademis akan
mengabaikan kebutuhan anak kecil untuk mengeksplorasi diri dan bermain bebas.
Ditambah lagi dengan instruksi yang terlalu banyak daroi guru akan menghambat
minat anak-anak serta merusak pembelajaran anak atas adanya inisiatif diri.
Untuk
menjadi jenis dan tipe kelompok bermain yang terbaik untuk anak, di adakan
penelitian yang mendukung pendekatan perkembangan yang terpusat pada anak.
Sebuah penelitian lapangan (Marcon, 1999) membandingkan sebanyak 721 anak
berusia 4 dan 5 tahun dari tiga tipe kelas kelompok bermain di washington.
Yaitu dengan tipe terfokus pada anak, terarah secara akasdemis, dan gabungan
dari keduanya. Anak dari tipe pertama, program yang terfokus pada anak, aktif
mengatur pengalaman pembelajaran dan menonjol pada kemampuan akademis dasar.
Mereka juga memiliki kemampuan motorik yang lebih dibandingkan kelompok anak
dari program tipe kedua dan kemampuan komunikasi serta perilaku yang lebih
dibandingkan dengan kelompok anak dari program tipe ketiga. Penelitian ini
menunjukkan bahwa kelompok bermain yang menggunakan prograng terpusat pada anak
akan lebih efektif dibandingkan dengan yang berorientasi pada akademis. Dan
pendidikan tunggal serta koheren akan memberikan hasil lebih baik dibandingkan
dengan apabila kita menggabungkan pendekatan yang berbeda.
2.
Program
pengimbangan prasekolah
Diperkirakan dua per tiga dari anak
pinggiran yang miskin masuk sekolah
tanpa persiapan yang baik untuk belajar. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi
status ekonomi keluarga maka kemungkinan kesiapan anak untuk belajar semakin
tinggi. Sejak pertenghan tahun 1960-an program berskala besar telah
dikembangkan untuk membantu anak seperti ini mengompensasi apa yang tidak
mereka dapat dan mempersiapkan mereka untuk sekolah. Program pengimbangan
prasekolah terbaik si AS untuk ank dari keluarga berpenghasilan rendah adalah
project head start, program yang didanai pemerintah federal, yang diluncurkan
pada tahun 1965.
Konsisten
dengan pendekatan “anak yang utuh”, tujuan program ini adalah bukan hanya
meningkatkan kemampuan kognitif, tetapi juga meningkatkan kesehatan fisik dan
menimbulkan keperceyaan diri, hubungan dengan orang lain, tanggung jawab sosial, serta rasa bangga dan harga
diri untuk anak dan keluarga. Program ini menyediakan perawatan kesehatan
medis, gigi dan mental, layanan sosial, dan setidaknya sekali makanan hangat
dalam satu hari.
Apakah
head start berhasil seperti yang
diharapkan? Data mendukung keefektifannya dalam meningkatkan kesiapan ekolah
(ripple et al., 1999; USDHHS, 2003b). Hampir serupa, anak yang mengikuti
program yang disponsori negara yang lebih baru cenderung menunjukkan kemampuan
kognitif dan bahasa serta berprestasi lebih baik disekolah dibanding anak yang
tidak ikut (USDHHS, 2003a). Meskipun anak-anak yang mengikuti program head
start mengalami peningkatan dalam kosakata, pengenalan huruf, menulis awal dan
matematika awal., kesiapan kemampuan mereka masih tetap dibawah rata-rata
(USDHHS,2003b). Selain itu, meskipun merekalebih baikmdalam hasil tes
kecerdasan dibandingkan anak lain dari latar belakang yang sama, keunggulan ini
hilang ketika mereka mulai sekolah.
Meskipun
demikian, anak-anak dari program head
start dan program-program
pengimbangan lainnya akan memiliki kemungkinan
yang lebih sedikit untuk ditempatkan di pendidikan khusus atau tinggal
kelas dan lebih mungkin menyelesaikan
SMA dibandingkan anak dari
keluarga berpenghasilan rendah yang tidak ikut program ini (Neisser et al.,
1996).
“lulusan“ dari salah satu program serupa, Perry Preschool Project, jugs lebih
sedikit kemungkinannya untuk menjadi remaja nakal atau hamil pada usia dini
(Berrueta-Clement, schweinhart, Barnett, Epstein, dan weikart, 1985;
Schweinhart, Barenes dan weikart, 1993; lihat bab 17).
Hasil
terbaik dan lebih bersifat jangka panjang diperoleh dengan investasi dini melalui
program yang terpusat. Program head start
yang paling berhasil adalah program dengan keterlibatan orang tua terbanyak,
guru-guru yang terlatih dengan baik, serta rasio staf anak yang terkecil,
jumlah hari dan minggu sekolah terpanjang, dan yang memiliki layanan yang
paling ekstensif (Ramey, 1999).
Pada
tahun 1995, program Early head start
mulai menawarkan layanan perkembangan anak dan keluarga kepada perempuan hamil
serta kepada bayi dan balita mulai lahir smpai berusia 3 tahun. Sampai tahun
2002, program ini sudah beroperasi di 644 komunitas dan melayani sekitar 55.000
anak (Love et al., 2002). Sebuah evaluasi berskala besar dengan metode random
menemukan dampak yang cukup namun konsisten, ketika anak berusia 2 sampai 3
tahun. Para partisipan memperoleh hasil yang lebih baik pada tes kosakata dan
perkembangan yang terstandarisasi serta memiliki tingkat resiko keterlambatan
perkembangan yang lebih dibandingkan
anak yang tidak ikut program.
Pada
saat berusia 3 tahun, mereka lebih tidak agresif, lebih berkonsentrasi ketika
bermain, dan lebih terlibat secara positif dengan orang tua mereka. Pengaruh
terbesar didapat pada keluaraga Afrika-Amerika, keluarga yang mendaftar ketika
masa kehamilan dan keluarga dengan faktor resiko demografis yang cukup namun
tidak terlalu tinggi. Program yang menawarkan gabungan layanan terpusat dan
layanan kerumah menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding program yang hanya
terkonsentrasi pada satu tempat.
Chicago Child Parent
Centers, subuah program pengimbangan berskala besr yang
didanai pemerintah federal, melayani anak mulai usia 3 tahun sampai kelas 3 SD.
Penambahan
beberapa tahun yang melibatkan penambahan akademis secara signifikan
meningkatkan prestasi membaca partisipasi serta menurunkan tingkat pengulangan
kelas dan penempatan di kelas khusus sampai kelas 3 SMP, dibandingkan
partisipan yang hanya berpartisipasi selama 2 atau 3 tahun (Reynold, 1994;
Reynold dan temple, 1998). Pada usia 20 tahun, dari sekitar 99 anak yang
termasuk dalam tingkat miskin yag memulai program sekitas 4 tahun, hampir
setengah (49,5%) telah lulus dari SMA. Dibanding dengan 38,5% dari kelompok
kontrol yang hanya mengikuti kelompok bermain yang kurang intensif, atau tidak
mengikuti sama sekali; dan 16,9% ditangkap karena kenakalan remaja dibanding
kelompok kontrol yang mencapai 25,1% (Reynolds, Temple, Robertson dan mann ,
2001).
3.
Peralihan
ke TK
Meskipun
pada awalnya adalah sebuah transisi dari sebuah lingkungan yang relatif bebas
dirumah atau kelompok bermain ke sebuah “sekolah sebenarnya” yang berstruktur,
TK di AS sekarang sudah menjadi lebih mirip kela 1 SD. Anak menghabiskan waktu
yang lebih sedikit pada aktivitas yang dipilihnya dan lebih banyak waktu yang dihabiskan
pada lembar tugas dan persiapan membaca.
Meskipun
di beberapa negara bagian tidak mensyaratkan program Tk atau harus masuk TK (
Vecchiotti, 2003), kebayaka anak 5 tahun masuk ke TK. Sejak akhir tahun
70-an,ada peningkatan jumlah anak TK( 60% dari tahun 2001) yang menghabiskan
waktunya satu hari penuh disekolah dibandingkan dengan waktu sekolah
tradisional yang hanya setengah hari (National Center for education Statistics, 2004a). Pendorong
praktis dari hal ini adalah makin besarnya jumlah orang tua tunggal atau
keluarga yang kedua orang tuanya bekerja,. Selain itu, sejumlah besar anak
susdah mengalami masa kelompok bermain, program pra-TK, atau penitipan anak
penuh waktu, sudah siap untuk mengikuti kurikulum TK yang lebih berat dan lebih
intensif waktunya. Anak dari keluarga
miskin dan minoritas, terutama anak berkulit hitam, secra proporsi lebih
sedikit yang mengikuti TK sehari penuh ( National Center for education
statistics, 2004a; walston dan West, 2004).
Menurut
sebuah penelitian longitudianl terhadap sample nasional angka TK yang memulai
Tk pada musim gugur 1998, anak sekolah negri yang mengikuti Tk sehari penuh
mungkin dibandingkan yang mengikuti TK setengah hari untuk menerima instruksi
harian mengenai kemajuan pra membaca serta pelajaran matematika, sosial dan
sains (walston dan west, 2004) dan cenderung berprestasi lebih baikpada akhir
TK dan kelas 1SD (Vecchiotti,2003; Walston dan west, 2004). Meskipun demikian,
pada akhir kelas 3 SD, anak yang masuk TK seharian dan yang setengah hari pada
dasarnya setara dlam kemampuan membaca, matematika, dan sains.
Hasil-hasil
penelitian menunjukkan pentingnya persiapan yang diterima anak sebelum masuk
TK. Anak yang masuk TK yang berasal dari lingkungan keluarga yang lebih
menguntungkan cenderung lebih baik dalam matematika dan membaca, dan jarak
antara anak yang bersal dari lingkungan yang menguntungkan dengan yang bersal
dari lingkungan yang tidak menguntungkan melebar selama 4 tahun pertama sekolah.
Penyesuaian
sosial dan emosional adalah faktor penting dalam kesiapan masuk TK dam merupakan prediktor yang kuat terhadap
keberhasilan disekolah. Hal yang lebih penting daripada kemampuan mengenal
huruf dan menghitung sampai 20, menurut para guru TK adalah kemampuan untuk
duduk diam, mengikuti arahan, menunggu giliran, dan mengatur pembelajaran diri
sendiri (Blair, 2002; Brooks-Gunn, 2003; raver,2002). Tingkat kemampuan anak
menyesuaikan diri terhadap Tk bergantung
pada usia , gender, temperamen, kompetensi kognitif dan sosial dan kemampuan coping, selain juga dukungan atau stress yang dihasilkan oleh
rumah, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal. Anak dengan pengalaman
prasekolah yang ekstensif cenderung lebih mudah menyesuaikan diri dengan TK
dibandingkan mereka yang hanya menghabiskan waktu sebentar atau tidak masuk
kelompok bermain.
Karena
batas usia masuk TK berbeda antar negara, anak yang masuk TK dengan usia yang
bervariasi antara 4-6 tahun. Selain itu, seiring dengan meningkatnya tekanan
akademis dan emosional, kebanyaka orang tua menahan anaknya selama 1 tahun, dan
beberapa negara menaikkan batasan tanggal lahir untuk syarat masuk karena percaya
anak yang ulang tahunnya dekat dengan batas tersebut akan lebih siap untuk TK
jika mereka menunggu 1 tahun. Meskipun demikian, penelitian menunjukkan hasil
yang terbatas mengenai ide ini. Anak yang lebih tua ketika masuk TK memang
memiliki keuntungan akademis awal yang lumayan, tetapi pada saat berusia 3
tahun, keuntungan ini sudah hilang. Sudah ada usulan supaya memperpanjang tahun
sekolah. Ketika SD di kota menengah di daerah selatan menambah 30 hari ke tahun
sekolah mereka, anak yang menyelesaikan TK mengungguli rekan mereka, yang
mengikuti program 180 hari dalam tes matematika, membaca, pengetahuan alam, dan
kompetensi kognitif
4.
Aspek-Aspek Perkembangan Pada Usia
Anak Pra Sekolah
Masa kanak-kanak dini atau
anak usia pra-sekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun,
ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai perempuan atau
laki-laki, dapat mengatur diriya sendiri dan mengenal bebrapa hal yang dianggap
berbahaya. Secara umum, aspek-aspek perkembangan pada usia anak pra sekolah ini
dapat diuraikan sebagai berikut;
4.1. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar
bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Seiring meningkatnya pertumbuhan tubuh,
baik menyangkut berat badan dan tinggi, maupun tenaganya, memungkinkan anak
untuk lebih mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap
lingkungan tanpa bantuan orang tua. Pada usia ini banyak perubahan fisiologis
seperti pernapasan yang menjadi lebih lambat dan dalam serta denyut jantung
lebih lama dan menetap.
Proporsi tubuh juga berubah secara
dramatis seperti pada usia 3 tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm dan
beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia 5 tahun tingginya dapat mencapai
100-110 cm. Tulang kakinya tumbuh dengan cepat dan tulang-tulang semakin
besar dan kuat, pertumbuhan gigi semakin komplit. Untuk perkembangan fisik anak
sangat diperlukan gizi yang cukup seperti protein, vitamin, dan mineral dsb.
4.2.Perkembangan Intelektual
Menurut Piaget, perkembangan
kognitif pada usia ini berada pada periode preoperasional, yaitu tahapan dimana
anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini juga
ditandai dengan berkembangnya representasional atau symbolic function yaitu
kemampuan menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan sesuatu yang lain
menggunakan simbol-simbol seperti bahasa, gambar, isyarat, benda, untuk
melambangkan sesuatu atau peristiwa. Melalui kemampuan diatas, anak mampu
berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal. Ia dapat menggunakan
kata-kata, benda untuk mengungkapkan lainnya atau suatu peristiwa.
4.3.Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai
menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan Aku (orang lain atau
benda). Kesadaran ini diperoleh dari pengalaman bahwa tidak semua keinginannya
dapat dipenuhi orang lain. Bersamaan dengan itu berkembang pula perasaan harga
diri. Jika lingkungannya tidak mengakui harga dirinya seperti memperlakukan
anak dengan keras, atau kurang menyayanginya maka dalam diri anak akan
berkembang sikap-sikap keras kepala, menentang, atau menyerah dengan
terpaksa.Beberapa emosi umum yang berkembang pada masa anak yaitu, takut
(perasaan terancam), cemas (takut karena khayalan), marah (perasaan kecewa),
cemburu (merasa tersisihkan), kegembiraan (kebutuhan terpenuhi), kasih sayang
(menyenangi lingkungan), phobi (takut yang abnormal), ingin tahu (ingin
mengenal).
4.4. Perkembangan Bahasa
Anak
prasekolah memiliki banyak pertanyaan. “beberapa kali tidur sampai akhirnya
waktu berganti?”, siapa yang mengisi air disungai”?, apakah bayi punya otot”?,
apakah bebauan berasal dari dalam hidung”?, fasilitas bahasa yang berkembang
dari anak membnatu mereka mengekpresikan pandangan unik mereka mengenai dunia.
Kosakata
Pada
usia 3 tahun, rata-rata anak mengetahui 900 sampai 100 kata. Pada usia 6 tahun
anak biasanya menguasai kosakata ekspresif (yang bisa diucapkan) sekitar 2600
kata dan memahami sekitar 20.000 ( Owens, 1996). Dengan bantuan sekolah formal,
kosakata pasif atau reseftif anak 9 kata-kata yang bisa ia pahami) akan
bertanbah 4x lipat menjadi 80.000 kata ketika ia memasuki SMA (Owens,1996).
Perluasan
kosakata yang pesat ini mungkin terjadi karena pemetaan cepat yang memungkinkan anak untuk memetik arti
kira-kira dari sebuah kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam
percakapan. Di konteksnya, ank membentuk sebuah hipotesis cepat mengenai arti
sebuah kata, yang kemudian akan diperbaiki seiring dengan makin seringnya kata
tersebut didengar dan digunakan. Para ahli bahasa belum yakin bagaimana
pemetaan cepat bekerja, tetapi sepertinya anak, membuat gambaran dari apa yang
ia ketahui mengenai aturan-aturan pembentukan kata, kata serupa, konteks
langsung, dan subjek yang sedang didiskusikan. Namun dari objek (kata
benda) kelihatannya lebih cepat untuk
dipetakan dibandingkan tindakan ( kata kerja), yang lebih tidak konkret. Meski
dmikian, sebuah eksperimen yang menunjunkkan
bahwa seorang anak yang berusia sedikit dibawah 3 tahun mampu melakukan pemetaan cepat terhadap kata kerja yang baru dan
mengaplikasikannya dalam situasi lian dimana sebuah tindakan yang sama dilakukan (Gollinkoff, jacquet,
Hirsh-Pasek dan Nandakumar,1996).
Perkembangan
teori tentang fikiran-peningkatan kemampuan untuk memahami keadaan mental orang
lain- sepertinya memiliki peran dalam pembelajaran kosakata. Dalam sebuah
penelitian, anak prasekolah belajar kata-kata “tak bermakna” dengan lebih baik
dari pembicara yang kelihatannya yakin arti kata tersebut dibandingkan dari
pembicara yang kelihatannya tidak yakin (Sabbagh dan Baldwin,2001).
Kebanyakan
anak yang berusia 3 dan 4 tahun tampaknya dapat mengetahui ketika dua kata
merujuk pada objek atau tindakan yang sama (Savage dan au, 1996). Mereka tahu
bahwa sebuah objek tidak mungkin memiliki dua nama unik ( seekor anjing tidak
mungkin tolol dan fido). Mereka juga pahan bahwa lebih dari satu kata sifat
dapat diterapkan pada satu kata benda yang sama ( “fido yang baik”).
Tata
Bahasa dan sintaks
Cara
bagaimana anak menggabungkan suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat
tumbuh menjadi kompleks pada masa kanak-kanak awal. Pada usia 3 tahun, anak
biasanya mulia menggunakan bentuk jamak, kata ganti kepemilikan, bentuk masa
lampau, serta mengetahui perbedaan antara saya,
kamu dan kita. Kalimat mereka
biasanya pendek dan sederhana, sering kali menghilangkan article seperti a dan
the, tetapi memasukkan kata ganti , kata sifat, dan kata depan. Meskipu
demikian, mereka sering kali menggunakan kalimat deklaratif ( “kucing ingin
susu”), meraka bisa bertanya dan menjawab apa dan dimana. ( mengapa dan
bagaimana lebih sulit untuk dipahami).
Meskipun
demikian, mereka sering melakukan over generalisasi karena belum belajar atau
menangkap pengecualian terhadap peraturan. Mengucapkan “ holded “ dan bukan “
held” atau “ eated” dan bukan “ ate” adalah tanda normal dari kemajuan bahasa
ketika anak kecil mengetahui aturan , seperti penambahan –ed dibelakang kata
kerja untuk bentuk lampau, mereka cenderung melakukannya bhakan pada kata- kata
yang tidak mengikuti aturan ini. Pada akhirnya mereka menyadari bahwa –ed tidak
terlalu digunakan untuk membuat bentuk lampau sebuah kata kerja.
Antara
usia 4-5 tahun, kalimat yang digunakan rata-rata terdiri dari 4-5 kata dan bisa
berbentuk deklaratif, negatif, introgatifg, atau imperatif. Anak berusia 4
tahun mengguanakan kalimat kompleks dan mutiklausal 9”saya akan makan kalau
saya lapar”) lebih sering jika orang tua mereka sering menggunakan kalimat
seperti ini ( huttenlocher, Vasilyeva, Cymerman dan Lavine, 2002). Ank pada
usia ini cenderung merangkai kaliamat dalam bentuk narasi yang panjang. Dan
beberapa hal, pemahaman mungkin masih belum matang. Sebagai contoh, jika ibunya
menyuruhnya “ kamu boleh menonton TV setelah kamu membereskan mainanmu”, ia
bisa saja memproses kata-kata ini sesuai urutannya mendengar, sehingga berfikir
bahwa ia boleh menonton TV kemudian membereskan mainannya.
Pada
usia 5-7 tahun, perkataan anak sudah mulai mirip orang dewasa. Mereka berbicara
dalam kalimat yang lebih panjang dan kompleks. Mereka menggunakan lebih bnayak
konjungsi, awalan dan article. Mereka menggunakan kalimat majemuk dan kompleks
dan dapat memahami semua bagian kalimat. Tetap saja, meskipun anak dapat
berbicara dengan lancar, dapat dipahami, dan dengan tata bahasa yang baik,
mereka tetap belum menguasai seluk beluk bahasa.
Meraka jarang mengguanakan kalimat pasif
(“saya didandani oleh kakak”), kalimat kondisional (“jika saja sudah besar,
saya dapat mengemudikan mobil”), atau kata kerja auxiliary have (“ I have seen
tahat lady before”) ( C.S. Chomsky, 1969).
Pragmatik
dan Perkataan Sosial
Ketika
anak belajar kosakata, tata bahasa dan sintaks mereka lebih menjadi kompeten
dalam hal pragmatik, pengetahuan pragtis mengenai bagaimana mengguanakan bahasa
untuk berkomunikasi. Termasuk dalam hal ini adalah mengetahui bagaimana bertanya
tentang sesuatu, menceritakan cerita atau lelucon, memulai dan melanjutkan
percakapan dan menyesuaikan tanggapan dengan sudut pandang pendengar. Ini semua
adalah aspek-aspek dari perkataan sosial: perkataan yang dimaksud untuk
dipahami oleh pendengar.
Dengan
meningkatakan pelapalan dan tata bahasa, kan lebih mudah bagi orang lain untuk
memahami apa yang dikatakan anak. Kebanyakan anak yang berusia 3 tahun senang
berbicara, dan mereka memperlihatkan akibat dari perkataan mereka pada diri
orang lain. Jiak orang lain tidak memahami maksud mereka , mereka akn
berusahamenjelasakan dengan lebih jelas. Anak 4 tahun , terutama ank perempuan,
menyederhanakan bahasa mereka dan menggunakan nada yang lebih tinggi ketika
berbicara pada anak berusia 2 tahun (Owens,1996; Shatz dan Gelman, 1973).
Kebanyakan
anak berusia 5 tahun dapat menyesuaikan apa yang mereka katakan dengan apa yang
diketahui oleh pendengar. Mereka sekarang bisa menggunakan kata-kata untuk
menyelesaikan perselisihan, dan mereka mengguanakan bahasa yang lebih sopan dan
lebih sedikit menggunakan kalimat perintah langsung ketika berbicara denagn
orang dewasa dibandingkan dengan berbicara dengan anak alin. Hampir setengah
dari setengah anak berusia 5 tahun dapat bertahan pada sebuah topik percakapan
selama sekitar 12 kali giliran, jiak mereka merasa nyaman dengan lawan bicara
atau jiak topik pembicaraan adalah sesuatu yang mereka tahu dan sukai.
Perkataan
Pribadi
Ana, 4 tahun sedang sendirian dikamarnya dan melukis. Ketika selesai ia terdengar
sedang berbicara keras, “ sekarang saya harus melakukannya di suatu tempat
untuk mengeringkannya. Saya akan meletakkannya dekat jendela. Lukisan ini harus
dikeringkan dulu, saya akanmenggambar dinosaurus lagi nanti setelah ini”.
Perkataan
Pribadi, berbicara dengan mengeluarka suara kepada diri sendiri tanpa adanya
niat untuk berkomunikasi dengan orang
lain, bisa ditemui pada masa kanak-kanak , mencapai 20 sampai 50 persen dari
apa yang dikatakan oleh anak dari 4- 10 tahun (Berk, 1986a). Aank berusia 2-3
tahun melakuakan “crib talk’, bermain dengan suara dan kata-kata. Anak berusia
4-5 tahun menggunakan perkataan pribadi sebagai cara untuk mengungkapkanfantasi
dan emosi (Berk, 1992; Small, 1990). Anak yang lebih tua “befikir sambil
bersuara” atau mengumam denga suara yang hampir tidak terdengar.
Piaget
(1962/1923) melihat perkataan pribadi sebagai ketidakmatangan kognitif. Menurut
Piaget, karena anak kecil masih egosentris, tidak bisa menyadari sudut pandang
orang lain mereka tidak berkomunikasi secara bermakana. Mereka hanya
menyuarakan apapun yang difikiran mereka. Selain itu menurut Piage, anak kecil
berbicara ketika meraka melakukan sesuatu karena mereka belum bisa membedakan
kata-kata dengan tindakan yang diwakili
oleh kata tersebut. Pada akhir tahap prooperational, seiring dengan kematangan
kognitif dan kematanga sosial, menurutnya anak menjadi lebih tidak egosentris
dan dapat melakukan pemikiran simbolis sehingga meninggalkan perkataan pribadi.
Vygotsky
(1962/1934) tidak melihat perkataan pribadi sebagai egosentris. Ia melihat hal
ini sebagai bentuk khusus dari komunikasi. Percakapan dengan diri sendiri,
sehingga menurutnya, hal ini memiliki fungsi penting dalam peralihan antara
perkataan sosial awal dengan perkataan dalam diri . peralihan dari kontrol
prilaku . Vygotsky berpendapat bahwa perkataan pribadi mengikuti bentuk larva
normal; meningkat pada masa prasekolah dan menurun , dan menghilang pada masa
sekolah awal seiring dengan lebih mampunya anak mengatur dan menguasai tindaka
mereka.
Penelitian
umumnya mendukung pendapat Vygotsky mengenai perkataan pribadi, dalam
penelitian sebuah observasional pada 93 anak 3-5 tahun berasal dari keluarga
penghasilan rendah-menengah, 86 komentar anak tidak bersifat egosentris.
Selain
itu ada juga fungsi perkataan pribadi dalam pengaturan diri, usaha anak
mengatur prilakunya sendiri (Berk, dan Garvin, 1984; Furrow, 1984). Perkataan
pribadi cenderung meningkat ketika anak berusaha melakukan tugas yang sulit,
terutama tanpa pengawasan orang tua (Berk, 1992; Berk dan Garvin, 1984).
Perkembangan
Bahasa yang Tertunda
Masih
tidak jelas mengapa beberapa tidak jelas dalam berbicara. Mereka tidak selalu
mengalami kekurangan infit bahasa dirumah. Anak-anak ini mungkin mengalami
keterbatasan kognitif yang membuat mereka sulit untuk memahami aturan bahasa .
Kebanyakan
anak yang megalami keterlambatan berbicara
terutama yang pemahamannya normal
pada akhirnya dapa mengejar (Dale, Price, Bishop, dan plomin 2003, Thai
tobias dam Morrisson 1991) dalam sebuah penelitian longitudinal , sebanyak 31 anak
yang diidentifikasi sebagai anak yang terlambat berbicara pada usia 2 tahun
memiliki kemampuan naratif yang kurang kompleks pada usia 8-9 tahun
dibandingkan kelompok kontrol yang tidak mengalami keterlambatan berbicara (
Manhart dan rescorla, 2002).
Karena
hederitas sepertinya memengang perana besar , terutama pada kebanyakan kasus
keterlambatan berbicara yang parah dan menetap , riwayat keluarga harus
dipertimbangkan dalam merekomendasikan perawatan untuk anak (Bishop, Price,
Dale, dan Plomin, 2003).
Pada
penelitian di Filandia , anak yang terlambat berbicara dengan riwayat keluarga
yang memiliki disleksia mengalami kesulitan bahasa yang menetap, tetapi mereka tidak
memiliki riwayat ini dapat berbicara normal pada usia 3,5 tahun (Lyytinen,
Poikkeys, laakson, Eklund dan Lyytinen,2001).
Interaksi
Sosial dan Persiapan untuk kemampuan Membaca
Untuk
memahami apa yang tertulis, anak harus menguasai kemampuan-kemampuan pramembaca
terlebih dahulu (Lonigan , Burgess dan Anthony,2000; Muter, Hulme, Snowling,
dan Stevenson, 2004). Kemunculan kemampuan literasi adalah perkembnagan dari
keahlian-keahlian ini, bersama dengan pengetahuan dan sikap-sikapyang mendasari
menulis dan membaca.
Kemampuan-kemapuan
pramembaca mencakup: (Whitehurst, dan Lonigan,1998; lonigan et al,. 2000).
·
Kemampuan bahasa secara umum, seperti
kosakata, sintaks, struktur narasi dan pemahaman bahwa bahasa digunakan untuk
berkomunikasi.
·
Kemanpuan fanologis khusus, seperti
kesadaran fenomik dan hubungan fenom-grafem
Dalam
sebuah penelitian longitudinal selama 2 tahun terhadap 90 anak di Inggris yang
masuk sekolah pada usia rata-rata 4 tahun 9 bulan, perkembangan pengenalan kata
sanat bergantung pada kemampuan fonoligisspesifik. Disisi lain , kemampuan
bahasa umum, merupakan prekdiktor yang lebih baik untuk pemahaman bacaan (muter
et al,. 2004).
Interaksi
sosial dapat memunculakan kemampuan membaca. Anak akan lebih mengkin menjadi
pembaca dan penulis yang baik jika selama masa prasekolah dirangsang oleh orang
tuanya dengan tantangan untuk menceritaka hal yang sudah bisa dilakukan oleh
anak, jika mereka melakukan kosakta yang kaya dan memusatkan pembicaraan pada
saat makan malam mengenai kegiatan sehari-hari, pada kejadian masa lalu yang
sama-sama masih diingat atau pertanyaan mengenai mengapa orang melakukan
sesuatu atau cara kerja sesuatu (Reese,1995;Snow, 19990, 1993).
Ketika
anak belajar keahlian-keahlian ini, mereka akan perlu untuk menterjemahkan kata
tertulis didalam perkataan, merekamjuga belajar bahasa menulis dapat
mengekspresikan ide-idepemikiran dan perasaan.
Anak
prasekolah di AS berpura-pura menulis dengan cara mencoret-coret dan mengatur
coretan mereka dari kiri ke kanan (Brenneman, Massey, Machado dan Gelman,
1996). Selanjutnya mereka mulai menggunakan huruf, angka dan bentuk yang mirip
untuk melambangkan kata-kata, suku kata
atau fonem. Sering kali, pengejaran mereka terlalu kreatif sehingga
mereka sendiri tidak dapat membacanya (Whitehurst dan Lonigan, 1998).
Kesimpulan
Pendidikan
prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak
didik diluar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang
diselenggarakan dijalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar
sekolah.