Jumat, 13 Juni 2014

pra sekolah



1Anak Pra Sekolah



    Tujuan dan tipe kelompok bermain
Di beberapa negara sangat diharapkan bahwa kelompok bermain dapat memberikan persiapan akademis untuk anak. Sebaliknya, kelompok bermain di amerika serikat dan negara barat lainnya menekankan pertumbuhan sosial dan emosional sejalan dengan kebutuhan-kebutuhan perkembangan anak meskipun memiliki penekanan kognitif yang lebih kuat. Hal ini didasari oleh teori Piaget atau pendidikan Italia Mari Montessori.
 Di Amerika Serikat, instruksi mengenai kemampuan akademis dasar pada kelompok bermain diberikan dengan menumbuhkan tekanan untuk meningkatkan pendidikan. Pendukung pendekatan perkembangan tetap bertahan bahwa dengan menawarkan program yang berorientasi pada akademis akan mengabaikan kebutuhan anak kecil untuk mengeksplorasi diri dan bermain bebas. Ditambah lagi dengan instruksi yang terlalu banyak daroi guru akan menghambat minat anak-anak serta merusak pembelajaran anak atas adanya inisiatif diri.
Untuk menjadi jenis dan tipe kelompok bermain yang terbaik untuk anak, di adakan penelitian yang mendukung pendekatan perkembangan yang terpusat pada anak. Sebuah penelitian lapangan (Marcon, 1999) membandingkan sebanyak 721 anak berusia 4 dan 5 tahun dari tiga tipe kelas kelompok bermain di washington. Yaitu dengan tipe terfokus pada anak, terarah secara akasdemis, dan gabungan dari keduanya. Anak dari tipe pertama, program yang terfokus pada anak, aktif mengatur pengalaman pembelajaran dan menonjol pada kemampuan akademis dasar. Mereka juga memiliki kemampuan motorik yang lebih dibandingkan kelompok anak dari program tipe kedua dan kemampuan komunikasi serta perilaku yang lebih dibandingkan dengan kelompok anak dari program tipe ketiga. Penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok bermain yang menggunakan prograng terpusat pada anak akan lebih efektif dibandingkan dengan yang berorientasi pada akademis. Dan pendidikan tunggal serta koheren akan memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan apabila kita menggabungkan pendekatan yang berbeda.


2.     Program pengimbangan prasekolah
            Diperkirakan dua per tiga dari anak pinggiran  yang miskin masuk sekolah tanpa persiapan yang baik untuk belajar. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi status ekonomi keluarga maka kemungkinan kesiapan anak untuk belajar semakin tinggi. Sejak pertenghan tahun 1960-an program berskala besar telah dikembangkan untuk membantu anak seperti ini mengompensasi apa yang tidak mereka dapat dan mempersiapkan mereka untuk sekolah. Program pengimbangan prasekolah terbaik si AS untuk ank dari keluarga berpenghasilan rendah adalah project head start, program yang didanai pemerintah federal, yang diluncurkan pada tahun 1965.
Konsisten dengan pendekatan “anak yang utuh”, tujuan program ini adalah bukan hanya meningkatkan kemampuan kognitif, tetapi juga meningkatkan kesehatan fisik dan menimbulkan keperceyaan diri, hubungan dengan orang lain, tanggung  jawab sosial, serta rasa bangga dan harga diri untuk anak dan keluarga. Program ini menyediakan perawatan kesehatan medis, gigi dan mental, layanan sosial, dan setidaknya sekali makanan hangat dalam satu hari.
Apakah head start berhasil seperti yang diharapkan? Data mendukung keefektifannya dalam meningkatkan kesiapan ekolah (ripple et al., 1999; USDHHS, 2003b). Hampir serupa, anak yang mengikuti program yang disponsori negara yang lebih baru cenderung menunjukkan kemampuan kognitif dan bahasa serta berprestasi lebih baik disekolah dibanding anak yang tidak ikut (USDHHS, 2003a). Meskipun anak-anak yang mengikuti program head start mengalami peningkatan dalam kosakata, pengenalan huruf, menulis awal dan matematika awal., kesiapan kemampuan mereka masih tetap dibawah rata-rata (USDHHS,2003b). Selain itu, meskipun merekalebih baikmdalam hasil tes kecerdasan dibandingkan anak lain dari latar belakang yang sama, keunggulan ini hilang ketika mereka mulai sekolah.
Meskipun demikian, anak-anak dari program head start  dan program-program pengimbangan lainnya akan memiliki kemungkinan  yang lebih sedikit untuk ditempatkan di pendidikan khusus atau tinggal kelas dan lebih mungkin menyelesaikan  SMA  dibandingkan anak dari keluarga berpenghasilan rendah yang tidak ikut program ini (Neisser et al., 1996).
 “lulusan“ dari salah satu program serupa, Perry Preschool Project, jugs lebih sedikit kemungkinannya untuk menjadi remaja nakal atau hamil pada usia dini (Berrueta-Clement, schweinhart, Barnett, Epstein, dan weikart, 1985; Schweinhart, Barenes dan weikart, 1993; lihat bab 17).
Hasil terbaik dan lebih bersifat jangka panjang diperoleh dengan investasi dini melalui program yang terpusat. Program head start yang paling berhasil adalah program dengan keterlibatan orang tua terbanyak, guru-guru yang terlatih dengan baik, serta rasio staf anak yang terkecil, jumlah hari dan minggu sekolah terpanjang, dan yang memiliki layanan yang paling ekstensif (Ramey, 1999).
Pada tahun 1995, program Early head start mulai menawarkan layanan perkembangan anak dan keluarga kepada perempuan hamil serta kepada bayi dan balita mulai lahir smpai berusia 3 tahun. Sampai tahun 2002, program ini sudah beroperasi di 644 komunitas dan melayani sekitar 55.000 anak (Love et al., 2002). Sebuah evaluasi berskala besar dengan metode random menemukan dampak yang cukup namun konsisten, ketika anak berusia 2 sampai 3 tahun. Para partisipan memperoleh hasil yang lebih baik pada tes kosakata dan perkembangan yang terstandarisasi serta memiliki tingkat resiko keterlambatan perkembangan yang lebih  dibandingkan anak yang tidak ikut program.
Pada saat berusia 3 tahun, mereka lebih tidak agresif, lebih berkonsentrasi ketika bermain, dan lebih terlibat secara positif dengan orang tua mereka. Pengaruh terbesar didapat pada keluaraga Afrika-Amerika, keluarga yang mendaftar ketika masa kehamilan dan keluarga dengan faktor resiko demografis yang cukup namun tidak terlalu tinggi. Program yang menawarkan gabungan layanan terpusat dan layanan kerumah menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding program yang hanya terkonsentrasi pada satu tempat.
Chicago Child Parent Centers, subuah program pengimbangan berskala besr yang didanai pemerintah federal, melayani anak mulai usia 3 tahun sampai kelas 3 SD.

Penambahan beberapa tahun yang melibatkan penambahan akademis secara signifikan meningkatkan prestasi membaca partisipasi serta menurunkan tingkat pengulangan kelas dan penempatan di kelas khusus sampai kelas 3 SMP, dibandingkan partisipan yang hanya berpartisipasi selama 2 atau 3 tahun (Reynold, 1994; Reynold dan temple, 1998). Pada usia 20 tahun, dari sekitar 99 anak yang termasuk dalam tingkat miskin yag memulai program sekitas 4 tahun, hampir setengah (49,5%) telah lulus dari SMA. Dibanding dengan 38,5% dari kelompok kontrol yang hanya mengikuti kelompok bermain yang kurang intensif, atau tidak mengikuti sama sekali; dan 16,9% ditangkap karena kenakalan remaja dibanding kelompok kontrol yang mencapai 25,1% (Reynolds, Temple, Robertson dan mann , 2001).

3.     Peralihan ke TK
Meskipun pada awalnya adalah sebuah transisi dari sebuah lingkungan yang relatif bebas dirumah atau kelompok bermain ke sebuah “sekolah sebenarnya” yang berstruktur, TK di AS sekarang sudah menjadi lebih mirip kela 1 SD. Anak menghabiskan waktu yang lebih sedikit pada aktivitas yang dipilihnya dan lebih banyak waktu yang dihabiskan pada lembar tugas dan persiapan membaca.
Meskipun di beberapa negara bagian tidak mensyaratkan program Tk atau harus masuk TK ( Vecchiotti, 2003), kebayaka anak 5 tahun masuk ke TK. Sejak akhir tahun 70-an,ada peningkatan jumlah anak TK( 60% dari tahun 2001) yang menghabiskan waktunya satu hari penuh disekolah dibandingkan dengan waktu sekolah tradisional yang hanya setengah hari (National Center for  education Statistics, 2004a). Pendorong praktis dari hal ini adalah makin besarnya jumlah orang tua tunggal atau keluarga yang kedua orang tuanya bekerja,. Selain itu, sejumlah besar anak susdah mengalami masa kelompok bermain, program pra-TK, atau penitipan anak penuh waktu, sudah siap untuk mengikuti kurikulum TK yang lebih berat dan lebih intensif waktunya.  Anak dari keluarga miskin dan minoritas, terutama anak berkulit hitam, secra proporsi lebih sedikit yang mengikuti TK sehari penuh ( National Center for education statistics, 2004a; walston dan West, 2004).
Menurut sebuah penelitian longitudianl terhadap sample nasional angka TK yang memulai Tk pada musim gugur 1998, anak sekolah negri yang mengikuti Tk sehari penuh mungkin dibandingkan yang mengikuti TK setengah hari untuk menerima instruksi harian mengenai kemajuan pra membaca serta pelajaran matematika, sosial dan sains (walston dan west, 2004) dan cenderung berprestasi lebih baikpada akhir TK dan kelas 1SD (Vecchiotti,2003; Walston dan west, 2004). Meskipun demikian, pada akhir kelas 3 SD, anak yang masuk TK seharian dan yang setengah hari pada dasarnya setara dlam kemampuan membaca, matematika, dan sains.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan pentingnya persiapan yang diterima anak sebelum masuk TK. Anak yang masuk TK yang berasal dari lingkungan keluarga yang lebih menguntungkan cenderung lebih baik dalam matematika dan membaca, dan jarak antara anak yang bersal dari lingkungan yang menguntungkan dengan yang bersal dari lingkungan yang tidak menguntungkan melebar selama 4 tahun pertama sekolah.
Penyesuaian sosial dan emosional adalah faktor penting dalam kesiapan masuk  TK dam merupakan prediktor yang kuat terhadap keberhasilan disekolah. Hal yang lebih penting daripada kemampuan mengenal huruf dan menghitung sampai 20, menurut para guru TK adalah kemampuan untuk duduk diam, mengikuti arahan, menunggu giliran, dan mengatur pembelajaran diri sendiri (Blair, 2002; Brooks-Gunn, 2003; raver,2002). Tingkat kemampuan anak menyesuaikan diri  terhadap Tk bergantung pada usia , gender, temperamen, kompetensi kognitif dan sosial  dan kemampuan coping, selain juga dukungan atau stress yang dihasilkan oleh rumah, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal. Anak dengan pengalaman prasekolah yang ekstensif cenderung lebih mudah menyesuaikan diri dengan TK dibandingkan mereka yang hanya menghabiskan waktu sebentar atau tidak masuk kelompok bermain.
Karena batas usia masuk TK berbeda antar negara, anak yang masuk TK dengan usia yang bervariasi antara 4-6 tahun. Selain itu, seiring dengan meningkatnya tekanan akademis dan emosional, kebanyaka orang tua menahan anaknya selama 1 tahun, dan beberapa negara menaikkan batasan tanggal lahir untuk syarat masuk karena percaya anak yang ulang tahunnya dekat dengan batas tersebut akan lebih siap untuk TK jika mereka menunggu 1 tahun. Meskipun demikian, penelitian menunjukkan hasil yang terbatas mengenai ide ini. Anak yang lebih tua ketika masuk TK memang memiliki keuntungan akademis awal yang lumayan, tetapi pada saat berusia 3 tahun, keuntungan ini sudah hilang. Sudah ada usulan supaya memperpanjang tahun sekolah. Ketika SD di kota menengah di daerah selatan menambah 30 hari ke tahun sekolah mereka, anak yang menyelesaikan TK mengungguli rekan mereka, yang mengikuti program 180 hari dalam tes matematika, membaca, pengetahuan alam, dan kompetensi kognitif
 
4.     Aspek-Aspek Perkembangan Pada Usia Anak Pra Sekolah
 Masa kanak-kanak dini atau anak usia pra-sekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai perempuan atau laki-laki, dapat mengatur diriya sendiri dan mengenal bebrapa hal yang dianggap berbahaya. Secara umum, aspek-aspek perkembangan pada usia anak pra sekolah ini dapat diuraikan sebagai berikut;

4.1. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Seiring meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut berat badan dan tinggi, maupun tenaganya, memungkinkan anak untuk lebih mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap lingkungan tanpa bantuan orang tua. Pada usia ini banyak perubahan fisiologis seperti pernapasan yang menjadi lebih lambat dan dalam serta denyut jantung lebih lama dan menetap.
Proporsi tubuh juga berubah secara dramatis seperti pada usia 3 tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm dan beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia 5 tahun tingginya dapat mencapai 100-110 cm. Tulang  kakinya tumbuh dengan cepat dan tulang-tulang semakin besar dan kuat, pertumbuhan gigi semakin komplit. Untuk perkembangan fisik anak sangat diperlukan gizi yang cukup seperti protein, vitamin, dan mineral dsb.



4.2.Perkembangan Intelektual
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini juga ditandai dengan berkembangnya representasional atau symbolic function yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan sesuatu yang lain menggunakan simbol-simbol seperti bahasa, gambar, isyarat, benda, untuk melambangkan sesuatu atau peristiwa. Melalui kemampuan diatas, anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal. Ia dapat menggunakan kata-kata, benda untuk mengungkapkan lainnya atau suatu peristiwa.


4.3.Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan Aku (orang lain atau benda). Kesadaran ini diperoleh dari pengalaman bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi orang lain. Bersamaan dengan itu berkembang pula perasaan harga diri. Jika lingkungannya tidak mengakui harga dirinya seperti memperlakukan anak dengan keras, atau kurang menyayanginya maka dalam diri anak akan berkembang sikap-sikap keras kepala, menentang, atau menyerah dengan terpaksa.Beberapa emosi umum yang berkembang pada masa anak yaitu, takut (perasaan terancam), cemas (takut karena khayalan), marah (perasaan kecewa), cemburu (merasa tersisihkan), kegembiraan (kebutuhan terpenuhi), kasih sayang (menyenangi lingkungan), phobi (takut yang abnormal), ingin tahu (ingin mengenal).

4.4. Perkembangan Bahasa
Anak prasekolah memiliki banyak pertanyaan. “beberapa kali tidur sampai akhirnya waktu berganti?”, siapa yang mengisi air disungai”?, apakah bayi punya otot”?, apakah bebauan berasal dari dalam hidung”?, fasilitas bahasa yang berkembang dari anak membnatu mereka mengekpresikan pandangan unik mereka mengenai  dunia.

Kosakata
Pada usia 3 tahun, rata-rata anak mengetahui 900 sampai 100 kata. Pada usia 6 tahun anak biasanya menguasai kosakata ekspresif (yang bisa diucapkan) sekitar 2600 kata dan memahami sekitar 20.000 ( Owens, 1996). Dengan bantuan sekolah formal, kosakata pasif atau reseftif anak 9 kata-kata yang bisa ia pahami) akan bertanbah 4x lipat menjadi 80.000 kata ketika ia memasuki SMA (Owens,1996).
Perluasan kosakata yang pesat ini mungkin terjadi karena pemetaan cepat  yang memungkinkan anak untuk memetik arti kira-kira dari sebuah kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam percakapan. Di konteksnya, ank membentuk sebuah hipotesis cepat mengenai arti sebuah kata, yang kemudian akan diperbaiki seiring dengan makin seringnya kata tersebut didengar dan digunakan. Para ahli bahasa belum yakin bagaimana pemetaan cepat bekerja, tetapi sepertinya anak, membuat gambaran dari apa yang ia ketahui mengenai aturan-aturan pembentukan kata, kata serupa, konteks langsung, dan subjek yang sedang didiskusikan. Namun dari objek (kata benda)  kelihatannya lebih cepat untuk dipetakan dibandingkan tindakan ( kata kerja), yang lebih tidak konkret. Meski dmikian, sebuah eksperimen yang menunjunkkan  bahwa seorang anak yang berusia sedikit dibawah 3 tahun  mampu melakukan pemetaan cepat  terhadap kata kerja yang baru dan mengaplikasikannya dalam situasi lian dimana sebuah tindakan  yang sama dilakukan (Gollinkoff, jacquet, Hirsh-Pasek dan Nandakumar,1996).
Perkembangan teori tentang fikiran-peningkatan kemampuan untuk memahami keadaan mental orang lain- sepertinya memiliki peran dalam pembelajaran kosakata. Dalam sebuah penelitian, anak prasekolah belajar kata-kata “tak bermakna” dengan lebih baik dari pembicara yang kelihatannya yakin arti kata tersebut dibandingkan dari pembicara yang kelihatannya tidak yakin (Sabbagh dan Baldwin,2001).
Kebanyakan anak yang berusia 3 dan 4 tahun tampaknya dapat mengetahui ketika dua kata merujuk pada objek atau tindakan yang sama (Savage dan au, 1996). Mereka tahu bahwa sebuah objek tidak mungkin memiliki dua nama unik ( seekor anjing tidak mungkin tolol dan fido). Mereka juga pahan bahwa lebih dari satu kata sifat dapat diterapkan pada satu kata benda yang sama ( “fido yang baik”).

Tata Bahasa dan sintaks
Cara bagaimana anak menggabungkan suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat tumbuh menjadi kompleks pada masa kanak-kanak awal. Pada usia 3 tahun, anak biasanya mulia menggunakan bentuk jamak, kata ganti kepemilikan, bentuk masa lampau, serta mengetahui perbedaan antara saya, kamu dan kita. Kalimat mereka biasanya pendek dan sederhana, sering kali menghilangkan article seperti a dan the, tetapi memasukkan kata ganti , kata sifat, dan kata depan. Meskipu demikian, mereka sering kali menggunakan kalimat deklaratif ( “kucing ingin susu”), meraka bisa bertanya dan menjawab apa dan dimana. ( mengapa dan bagaimana lebih sulit untuk dipahami).
Meskipun demikian, mereka sering melakukan over generalisasi karena belum belajar atau menangkap pengecualian terhadap peraturan. Mengucapkan “ holded “ dan bukan “ held” atau “ eated” dan bukan “ ate” adalah tanda normal dari kemajuan bahasa ketika anak kecil mengetahui aturan , seperti penambahan –ed dibelakang kata kerja untuk bentuk lampau, mereka cenderung melakukannya bhakan pada kata- kata yang tidak mengikuti aturan ini. Pada akhirnya mereka menyadari bahwa –ed tidak terlalu digunakan untuk membuat bentuk lampau sebuah kata kerja.
Antara usia 4-5 tahun, kalimat yang digunakan rata-rata terdiri dari 4-5 kata dan bisa berbentuk deklaratif, negatif, introgatifg, atau imperatif. Anak berusia 4 tahun mengguanakan kalimat kompleks dan mutiklausal 9”saya akan makan kalau saya lapar”) lebih sering jika orang tua mereka sering menggunakan kalimat seperti ini ( huttenlocher, Vasilyeva, Cymerman dan Lavine, 2002). Ank pada usia ini cenderung merangkai kaliamat dalam bentuk narasi yang panjang. Dan beberapa hal, pemahaman mungkin masih belum matang. Sebagai contoh, jika ibunya menyuruhnya “ kamu boleh menonton TV setelah kamu membereskan mainanmu”, ia bisa saja memproses kata-kata ini sesuai urutannya mendengar, sehingga berfikir bahwa ia boleh menonton TV kemudian membereskan mainannya.
Pada usia 5-7 tahun, perkataan anak sudah mulai mirip orang dewasa. Mereka berbicara dalam kalimat yang lebih panjang dan kompleks. Mereka menggunakan lebih bnayak konjungsi, awalan dan article. Mereka menggunakan kalimat majemuk dan kompleks dan dapat memahami semua bagian kalimat. Tetap saja, meskipun anak dapat berbicara dengan lancar, dapat dipahami, dan dengan tata bahasa yang baik, mereka tetap belum menguasai seluk beluk bahasa.
 Meraka jarang mengguanakan kalimat pasif (“saya didandani oleh kakak”), kalimat kondisional (“jika saja sudah besar, saya dapat mengemudikan mobil”), atau kata kerja auxiliary have (“ I have seen tahat lady before”) ( C.S. Chomsky, 1969).

Pragmatik dan Perkataan Sosial
Ketika anak belajar kosakata, tata bahasa dan sintaks mereka lebih menjadi kompeten dalam hal pragmatik, pengetahuan pragtis mengenai bagaimana mengguanakan bahasa untuk berkomunikasi. Termasuk dalam hal ini adalah mengetahui bagaimana bertanya tentang sesuatu, menceritakan cerita atau lelucon, memulai dan melanjutkan percakapan dan menyesuaikan tanggapan dengan sudut pandang pendengar. Ini semua adalah aspek-aspek dari perkataan sosial: perkataan yang dimaksud untuk dipahami oleh pendengar.
Dengan meningkatakan pelapalan dan tata bahasa, kan lebih mudah bagi orang lain untuk memahami apa yang dikatakan anak. Kebanyakan anak yang berusia 3 tahun senang berbicara, dan mereka memperlihatkan akibat dari perkataan mereka pada diri orang lain. Jiak orang lain tidak memahami maksud mereka , mereka akn berusahamenjelasakan dengan lebih jelas. Anak 4 tahun , terutama ank perempuan, menyederhanakan bahasa mereka dan menggunakan nada yang lebih tinggi ketika berbicara pada anak berusia 2 tahun (Owens,1996; Shatz dan Gelman, 1973).
Kebanyakan anak berusia 5 tahun dapat menyesuaikan apa yang mereka katakan dengan apa yang diketahui oleh pendengar. Mereka sekarang bisa menggunakan kata-kata untuk menyelesaikan perselisihan, dan mereka mengguanakan bahasa yang lebih sopan dan lebih sedikit menggunakan kalimat perintah langsung ketika berbicara denagn orang dewasa dibandingkan dengan berbicara dengan anak alin. Hampir setengah dari setengah anak berusia 5 tahun dapat bertahan pada sebuah topik percakapan selama sekitar 12 kali giliran, jiak mereka merasa nyaman dengan lawan bicara atau jiak topik pembicaraan adalah sesuatu yang mereka tahu dan sukai.

Perkataan Pribadi
Ana, 4 tahun sedang sendirian dikamarnya dan melukis. Ketika selesai ia terdengar sedang berbicara keras, “ sekarang saya harus melakukannya di suatu tempat untuk mengeringkannya. Saya akan meletakkannya dekat jendela. Lukisan ini harus dikeringkan dulu, saya akanmenggambar dinosaurus lagi nanti setelah ini”.
Perkataan Pribadi, berbicara dengan mengeluarka suara kepada diri sendiri tanpa adanya niat  untuk berkomunikasi dengan orang lain, bisa ditemui pada masa kanak-kanak , mencapai 20 sampai 50 persen dari apa yang dikatakan oleh anak dari 4- 10 tahun (Berk, 1986a). Aank berusia 2-3 tahun melakuakan “crib talk’, bermain dengan suara dan kata-kata. Anak berusia 4-5 tahun menggunakan perkataan pribadi sebagai cara untuk mengungkapkanfantasi dan emosi (Berk, 1992; Small, 1990). Anak yang lebih tua “befikir sambil bersuara” atau mengumam denga suara yang hampir tidak terdengar.
Piaget (1962/1923) melihat perkataan pribadi sebagai ketidakmatangan kognitif. Menurut Piaget, karena anak kecil masih egosentris, tidak bisa menyadari sudut pandang orang lain mereka tidak berkomunikasi secara bermakana. Mereka hanya menyuarakan apapun yang difikiran mereka. Selain itu menurut Piage, anak kecil berbicara ketika meraka melakukan sesuatu karena mereka belum bisa membedakan kata-kata dengan tindakan  yang diwakili oleh kata tersebut. Pada akhir tahap prooperational, seiring dengan kematangan kognitif dan kematanga sosial, menurutnya anak menjadi lebih tidak egosentris dan dapat melakukan pemikiran simbolis sehingga meninggalkan perkataan pribadi.
Vygotsky (1962/1934) tidak melihat perkataan pribadi sebagai egosentris. Ia melihat hal ini sebagai bentuk khusus dari komunikasi. Percakapan dengan diri sendiri, sehingga menurutnya, hal ini memiliki fungsi penting dalam peralihan antara perkataan sosial awal dengan perkataan dalam diri . peralihan dari kontrol prilaku . Vygotsky berpendapat bahwa perkataan pribadi mengikuti bentuk larva normal; meningkat pada masa prasekolah dan menurun , dan menghilang pada masa sekolah awal seiring dengan lebih mampunya anak mengatur dan menguasai tindaka mereka.
Penelitian umumnya mendukung pendapat Vygotsky mengenai perkataan pribadi, dalam penelitian sebuah observasional pada 93 anak 3-5 tahun berasal dari keluarga penghasilan rendah-menengah, 86 komentar anak tidak bersifat egosentris.
Selain itu ada juga fungsi perkataan pribadi dalam pengaturan diri, usaha anak mengatur prilakunya sendiri (Berk, dan Garvin, 1984; Furrow, 1984). Perkataan pribadi cenderung meningkat ketika anak berusaha melakukan tugas yang sulit, terutama tanpa pengawasan orang tua (Berk, 1992; Berk dan Garvin, 1984).

Perkembangan Bahasa yang Tertunda
Masih tidak jelas mengapa beberapa tidak jelas dalam berbicara. Mereka tidak selalu mengalami kekurangan infit bahasa dirumah. Anak-anak ini mungkin mengalami keterbatasan kognitif yang membuat mereka sulit untuk memahami aturan bahasa .
Kebanyakan anak yang megalami keterlambatan berbicara  terutama yang pemahamannya normal  pada akhirnya dapa mengejar (Dale, Price, Bishop, dan plomin 2003, Thai tobias dam Morrisson 1991) dalam sebuah penelitian longitudinal , sebanyak 31 anak yang diidentifikasi sebagai anak yang terlambat berbicara pada usia 2 tahun memiliki kemampuan naratif yang kurang kompleks pada usia 8-9 tahun dibandingkan kelompok kontrol yang tidak mengalami keterlambatan berbicara ( Manhart dan rescorla, 2002).
Karena hederitas sepertinya memengang perana besar , terutama pada kebanyakan kasus keterlambatan berbicara yang parah dan menetap , riwayat keluarga harus dipertimbangkan dalam merekomendasikan perawatan untuk anak (Bishop, Price, Dale, dan Plomin, 2003).
Pada penelitian di Filandia , anak yang terlambat berbicara dengan riwayat keluarga yang memiliki disleksia mengalami kesulitan bahasa yang menetap, tetapi mereka tidak memiliki riwayat ini dapat berbicara normal pada usia 3,5 tahun (Lyytinen, Poikkeys, laakson, Eklund dan Lyytinen,2001).
Interaksi Sosial dan Persiapan untuk kemampuan Membaca
Untuk memahami apa yang tertulis, anak harus menguasai kemampuan-kemampuan pramembaca terlebih dahulu (Lonigan , Burgess dan Anthony,2000; Muter, Hulme, Snowling, dan Stevenson, 2004). Kemunculan kemampuan literasi adalah perkembnagan dari keahlian-keahlian ini, bersama dengan pengetahuan dan sikap-sikapyang mendasari menulis dan membaca.
Kemampuan-kemapuan pramembaca mencakup: (Whitehurst, dan Lonigan,1998; lonigan et al,. 2000).
·         Kemampuan bahasa secara umum, seperti kosakata, sintaks, struktur narasi dan pemahaman bahwa bahasa digunakan untuk berkomunikasi.
·         Kemanpuan fanologis khusus, seperti kesadaran fenomik dan hubungan fenom-grafem
Dalam sebuah penelitian longitudinal selama 2 tahun terhadap 90 anak di Inggris yang masuk sekolah pada usia rata-rata 4 tahun 9 bulan, perkembangan pengenalan kata sanat bergantung pada kemampuan fonoligisspesifik. Disisi lain , kemampuan bahasa umum, merupakan prekdiktor yang lebih baik untuk pemahaman bacaan (muter et al,. 2004).
Interaksi sosial dapat memunculakan kemampuan membaca. Anak akan lebih mengkin menjadi pembaca dan penulis yang baik jika selama masa prasekolah dirangsang oleh orang tuanya dengan tantangan untuk menceritaka hal yang sudah bisa dilakukan oleh anak, jika mereka melakukan kosakta yang kaya dan memusatkan pembicaraan pada saat makan malam mengenai kegiatan sehari-hari, pada kejadian masa lalu yang sama-sama masih diingat atau pertanyaan mengenai mengapa orang melakukan sesuatu atau cara kerja sesuatu (Reese,1995;Snow, 19990, 1993).
Ketika anak belajar keahlian-keahlian ini, mereka akan perlu untuk menterjemahkan kata tertulis didalam perkataan, merekamjuga belajar bahasa menulis dapat mengekspresikan ide-idepemikiran dan perasaan.
Anak prasekolah di AS berpura-pura menulis dengan cara mencoret-coret dan mengatur coretan mereka dari kiri ke kanan (Brenneman, Massey, Machado dan Gelman, 1996). Selanjutnya mereka mulai menggunakan huruf, angka dan bentuk yang mirip untuk melambangkan kata-kata, suku kata  atau fonem. Sering kali, pengejaran mereka terlalu kreatif sehingga mereka sendiri tidak dapat membacanya (Whitehurst dan Lonigan, 1998).


Kesimpulan
Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak didik diluar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan dijalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar